RSS

PEMIKIRAN SOSIOLOGIS AUGUSTE COMTE: KELAHIRAN POSITIVISME DAN EVOLUSI CARA BERFIKIR MANUSIA


A.    Biografi Auguste Comte
Auguste Comte, Seorang filsuf Perancis dengan karyanya Course De Philosophie Positive, yang kemudian terkenal sebagai bapak sosiologi dunia ”

August Comte atau juga Auguste Comte (Nama panjang: Isidore Marie Auguste François Xavier Comte;lahir di Montpellier,Prancis, 17 Januari1798 - meninggal di Paris,Prancis, 5 September1857 pada umur 59 tahun) adalah seorang ilmuwan Perancis yang dijuluki sebagai "bapak sosiologi". Dia dikenal sebagai orang pertama yang mengaplikasikan metode ilmiah dalam ilmu sosial.
Comte lahir di Montpellier, sebuah kota kecil di bagian barat daya dari negara Perancis. Setelah bersekolah disana,ia melanjutkan pendidikannya di PoliteknikÉcole di Paris. Pada tahun 1818,politeknik tersebut ditutup untuk re-organisasi. Comte pun meninggalkan École dan melanjutkan pendidikannya di sekolah kedokteran di Montpellier.Tak lama kemudian, ia melihat sebuah perbedaan yang mencolok antara agama Katolik yang ia anut dengan pemikiran keluarga monarki yang berkuasa sehingga ia terpaksa meninggalkan Paris.
Saat itu, Comte mengetahui apa yang ia harus lakukan selanjutnya: meneliti tentang filosofi positivisme. Rencananya ini kemudian dipublikasikan dengan namaPlan de travaux scientifiques nécessaires pour réorganiser la société (1822). Tetapi ia gagal mendapatkan posisi akademis sehingga menghambat penelitiannya.Ia kemudian menikahi seorang wanitabernama Caroline Massin. Comte dikenal arogan, kejam dan mudah marah sehingga pada tahun 1826 dia dibawa ke sebuah rumah sakit jiwa, tetapi ia kabur sebelum sembuh. Kemudian setelah kondisinya distabilkan oleh Massin, ia mengerjakan kembali apa yang dulu direncanakannya. Namun sayangnya,ia bercerai dengan Massin pada tahun 1842 karena alasan yang belum diketahui. Saat-saat diantara pengerjaan kembali rencananya sampai pada perceraiannya, ia mempublikasikan bukunya yang berjudul Le Cours de Philosophie Positivistic.
Pada tahun 1844, Comte menjalin kasih dengan Clotilde de Vaux, dalam hubungan yang tetap platonis.Comte, yang merasa dirinya adalah seorang penemu sekaligus seorang nabi dari "agama kemanusiaan" (religion of humanity), menerbitkan bukunya yang berjudul Système de politique positive (1851 - 1854).
Dia wafat di Paris pada tanggal 5 September 1857 dan dimakamkan di Cimetière du Père Lachaise.Auguste Comte disebut sebagai bapak sosiologi karena beliaulah yang pertama kali memakai istilah sosiologi, serta mengkajinya secara sistematis , sehingga ilmu tersebut melepaskan diri dari filsafat dan berdiri sendiri sejak pertengahan abad 19.

B.     Teori-teori Auguste Comte
Ø  Teori Struktural Fungsional
Teori Fungsional-struktural adalah sesuatu yang urgen dan sangat bermanfaat dalam suatu kajian tentang analisa masalah social.Hal ini disebabkan karena studi struktur dan fungsi masyarakat merupakan sebuah masalah sosiologis yang telah menembus karya-karya para pelopor ilmu sosiologi dan para ahli teori kontemporer.
v  Tinjauan singkat tentang Teori Fungsional Struktural
Pokok-pokok para ahli yang telah banyak merumuskan dan mendiskusikan hal ini telah menuangkan berbagai ide dan gagasan dalam mencari paradigma tentang teori ini, sebut saja George Ritzer ( 1980 ), Margaret M.Poloma ( 1987 ), dan Turner ( 1986 ). Drs. Soetomo ( 1995 ) mengatakan apabila ditelusuri dari paradigma yang digunakan, maka teori ini dikembangkan dari paradigma fakta social. Tampilnya paradigma ini merupakan usaha sosiologi sebagai cabang ilmu pengetahuan yang baru lahir agar mempunyai kedudukkan sebagai cabang ilmu yang berdiri sendiri.Secara garis besar fakta social yang menjadi pusat perhatian sosiologi terdiri atas dua tipe yaitu struktur social dan pranata social.Menurut teori fungsional structural, struktur sosial dan pranata sosial tersebut berada dalam suatu system social yang berdiri atas bagian-bagian atau elemen-elemen yang saling berkaitan dan menyatu dalam keseimbangan.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa teori ini (fungsional– structural) menekankan kepada keteraturan dan mengabaikan konflik dan perubahan-perubahan dalam masyarakat. Asumsi dasarnya adalah bahwa setiap struktur dalam system sosial, fungsional terhadap yang lain, sebaliknya kalau tidak fungsional maka struktur itu tidak akan ada atau hilang dengan sendirinya. Dalam proses lebih lanjut, teori inipun kemudian berkembang sesuai perkembangan pemikiran dari para penganutnya.
Emile Durkheim, seorang sosiolog Perancis menganggap bahwa adanya teori fungsionalisme-struktural merupakan suatu yang ‘berbeda’, hal ini disebabkan karena Durkheim melihat masyarakat modern sebagai keseluruhan organisasi yang memiliki realitas tersendiri. Keseluruhan tersebut menurut Durkheim memiliki seperangkat kebutuhan atau fungsi-fungsi tertentu yang harus dipenuhi oleh bagian-bagian yang menjadi anggotanya agar dalam keadaan normal, tetap langgeng. Bilamana kebutuhan tertentu tadi tidak dipenuhi maka akan berkembang suatu keadaan yang bersifat “ patologis “. Para fungsionalis kontemporer menyebut keadaan normal sebagai ekuilibrium, atau sebagai suatu system yang seimbang, sedang keadaan patologis menunjuk pada ketidakseimabangan atau perubahan social.
Robert K. Merton, sebagai seorang yang mungkin dianggap lebih dari ahli teori lainnya telah mengembangkan pernyataan mendasar dan jelas tentang teori-teori fungsionalisme, (ia) adalah seorang pendukung yang mengajukan tuntutan lebih terbatas bagi perspektif ini. Mengakui bahwa pendekatan ini ( fungsional-struktural ) telah membawa kemajuan bagi pengetahuan sosiologis.
Merton telah mengutip tiga postulat yang ia kutip dari analisa fungsional dan disempurnakannya, diantaranya ialah :
1. Postulat pertama, adalah kesatuan fungsional masyarakat yang dapat dibatasi sebagai suatu keadaan dimana seluruh bagian dari system sosial bekerjasama dalam suatu tingkatan keselarasan atau konsistensi internal yang memadai, tanpa menghasilkan konflik berkepanjangan yang tidak dapat diatasi atau diatur. Atas postulat ini Merton memberikan koreksi bahwa kesatuan fungsional yang sempurna dari satu masyarakat adalah bertentangan dengan fakta. Hal ini disebabkan karena dalam kenyataannya dapat terjadi sesuatu yang fungsional bagi satu kelompok, tetapi dapat pula bersifat disfungsional bagi kelompok yang lain.
2. Postulat kedua, yaitu fungionalisme universal yang menganggap bahwa seluruh bentuk sosial dan kebudayaan yang sudah baku memiliki fungsi-fungsi positif. Terhadap postulat ini dikatakan bahwa sebetulnya disamping fungsi positif dari sistem sosial terdapat juga dwifungsi.Beberapa perilaku sosial dapat dikategorikan kedalam bentuk atau sifat disfungsi ini.Dengan demikian dalam analisis keduanya harus dipertimbangkan.
3. Postulat ketiga, yaitu indispensability yang menyatakan bahwa dalam setiap tipe peradaban, setiap kebiasaan, ide, objek materiil dan kepercayaan memenuhi beberapa fungsi penting, memiliki sejumlah tugas yang harus dijalankan dan merupakan bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan system sebagai keseluruhan. Menurut Merton, postulat yang kertiga ini masih kabur ( dalam artian tak memiliki kejelasan, pen ), belum jelas apakah suatu fungsi merupakan keharusan.
v  Pengaruh Teori ini dalam Kehidupan Sosial
Talcott Parsons dalam menguraikan teori ini menjadi sub-sistem yang berkaitan menjelaskan bahwa diantara hubungan fungsional-struktural cenderung memiliki empat tekanan yang berbeda dan terorganisir secara simbolis :
1.      Pencarian pemuasan psikis
2.      Kepentingan dalam menguraikan pengrtian-pengertian simbolis
3.      Kebutuhan untuk beradaptasi dengan lingkungan organis-fisis,
4.      Usaha untuk berhubungan dengan anggota-anggota makhluk manusia lainnya.
Sebaliknya masing-masing sub-sistem itu, harus memiliki empat prasyarat fungsional yang harus mereka adakan sehingga bias diklasifikasikan sebagai suatu istem. Parsons menekankan saling ketergantungan masing-masing system itu ketika dia menyatakan :“ secara konkrit, setiap system empiris mencakup keseluruhan, dengan demikian tidak ada individu kongkrit yang tidak merupakan sebuah organisme, kepribadian, anggota dan sistem sosial, dan peserta dalam system cultural “.
    Walaupun fungsionalisme struktural memiliki banyak pemuka yang tidak selalu harus merupakan ahli-ahli pemikir teori, akan tetapi paham ini benar-benar berpendapat bahwa sosiologi adalah merupakan suatu studi tentang struktur-struktur social sebagai unit-unit yang terbentuk atas bagian-bagian yang saling tergantung.
Fungsionalisme struktural sering menggunakan konsep sistem ketika membahas struktur atau lembaga sosial.System ialah organisasi dari keseluruhan bagian-bagian yang saling tergantung.Ilustrasinya bisa dilihat dari system listrik, system pernapasan, atau system sosial.Yang mengartikan bahwa fungionalisme struktural terdiri dari bagian yang sesuai, rapi, teratur, dan saling bergantung. Seperti layaknya sebuah sistem, maka struktur yang terdapat di masyarakat akan memiliki kemungkinan untuk selalu dapat berubah. Karena system cenderung ke arah keseimbangan maka perubahan tersebut selalu merupakan proses yang terjadi secara perlahan hingga mencapai posisi yang seimbang dan hal itu akan terus berjalan seiring dengan perkembangan kehidupan manusia.
Ø  Teori Evolusi (Hukum Tiga Tahap)
Hukum tiga tahap merupakan usaha Comte untuk menjelaskan kemajuan evolusioner umat manusia dari masa primitif sampi ke peradaban Perancis abad 19 yang sangat maju. Hukum ini, mungkin merupakan gagasan yang terkenal dari seluruh pemikiran Comte, walupun merupakan hukum yang paling contradiction in ternminis dalam pemiran Comte sendiri, karena Comte selalu menekankan pengujian empiris secara teliti dalam membentuk hukum sosiologi, sementara hukum tiga tahapannya terlalu luas dan tidak dapat diuji sepenuhnya oleh pengujian empirik.
Hukum tiga tahap merupakan usaha Comte untuk menjelaskan kemajuan evolusioner umat manusia dari masa primitif sampi ke peradaban Perancis abad 19 yang sangat maju. Hukum ini, mungkin merupakan gagasan yang terkenal dari seluruh pemikiran Comte, walupun merupakan hukum yang paling contradiction in ternminis dalam pemiran Comte sendiri, karena Comte selalu menekankan pengujian empiris secara teliti dalam membentuk hukum sosiologi, sementara hukum tiga tahapannya terlalu luas dan tidak dapat diuji sepenuhnya oleh pengujian empirik.
Hukum itu menyatakan bahwa masyarakat-masyarakat berkembang melalui tiga tahap utama. Tahap-tahap ini ditentukan menurut cara berfikir yang dominan: teologis, metafisik dan positif. Gagasan tentang evolusi perkembangan melaui tiga tahap ini bukan hanya milik Comte saja.Awal-awal rumusan Comte mengenai hukum tiga tahap dikembangkan selama dia bekerjasama dengan Saint Simon, dan model dasar itu pasti merupakan hasil kerjasama ini.Juga Jacques Turgot sudah mengemukakan suatu pandangan yang serupa mengenai perkembangan sejarah dari bentuk-bentuk pemikiran primitif sampai bentuk-bentuk pemikiran ilmiah modern di abad 18. Secara luas Comte mensistematisasi dan mengembangkan model itu serta mengaitkannya dengan memberi tekanan pada paham positif.
Secara singkat karakteristik tiga tahap tersebut adalah sebagai berikut:
v    Tahap Teologis merupakan periode paling lama dalam sejarah manusia dan untuk analisis yang lebih terinci, Comte membaginya ke dalam periode fetisisme, politeisme, dan monoteisme. Fetisisme, bentuk pikiran yang dominan dalam masyarakat primitif, meliputi kepercayaan bahwa semua benda memiliki kelengkapan kekuatan hidupnya sendiri. Ahkirnya fetisisme ini diganti dengan kepercayaan akan sejumlah hal-hal supernatural yang meskipun berbeda-beda dari benda-benda alam, namun terus mengontrol semua gejala alam yang disebut sebagai politeisme. Begitu pikiran manusia terus maju, kepercayaan akan banyak dewa itu diganti dengan kepercayaan akan satu tuhan. Katolikisme di tengah abad, menurut Comte, memperlihatkan puncak tahap monoteisme.
v   Tahap Metafisik terutama merupakan tahap transisi antara tahap teologis dan positif. Tahap ini ditandai oleh suatu kepercayaan atau hukum-hukum alam yang asasi yang dapat ditemukan dengan akal budi. Protestanisme dan Deisme memperlihatkan penyesuaian yang berturut-turut dari semangat teologis ke munculnya semangat metafisik yang mantap. Satu manifestasi yang serupa dari semangat ini dinyatakan dalam Declaration of independence. “kita menganggap kebenaran ini jelas berasal dari dirinya sendiri”. Gagasan bahwa ada kebenaran tertentu yang yang asasi mengenai hukum alam yang jelas dengan sendirinya menurut pikiran manusia, sangat mendasar dalam pemikiran metafisik.
v  Tahap positif ditandai oleh kepercayaan akan data empirik sebagai sumber pengetahuan terakhir. Tetapi pengetahuan selalu sementara sifatnya, tidak mutlak: semangat positifisme memperlihatkan keterbukaan terus-menerus rehadap data baru atas dasar mana pengetahuan dapat ditinjau kembali dan diperluas. Akal budi penting, seperti dalam periode metafisik, tetapi harus dipimpin oleh data empirik. Analisis rasional mengenai data mengenai daa empiric akhirnya aka memungkinkan manusia untuk memperoleh hukum-hukum, tetapi hukum-hukum lebih dilihat sebagai uniformitas empiric daripada kemutlakan metafisik.    
Ø  Statika dan Dinamika Sosial
Statika sosial yangdimaksud yaitu semua unsur struktural yang melandasi dan menunjang orde, tertib, dan kestabilan masyarakat. Antara lain disebut: sistem perundangan, struktur organisasi, dan nilai-nilai seperti keyakinan , kaidah, dan kewajiban yang semuanya memberi bentuk yang kongkret dan mantap pada kehidupan bersama. Statika sosial itu disepakati oleh anggota yang disebut volonte general (kemauan umum). Mereka mengungkapkan hasrat kodrati manusia akan persatuan , perdamaian, dan kestabilan. Tanpa unsur-unsur struktural ini kehidupan bersama tidak dapat berjalan.
Dinamika sosial yang dimaksud yaitu semua proses pergolakan yang menuju perubahan sosial. Dinamika sosial merupakan daya gerak sejarah yang pada setiap tahap evolusi mendorong kearah tercapainya keseimbangann baru yang setara dengan kondisi dan keadaan zaman.Pada abad ke 18 dinamika sosial yang paling menonjol dalam perjuangan dan usaha untuk mengganti gagasan-gagasan agama yang lama dengan konsep-konsep positif dan ilmiah yang baru.
Pada tahap teologi masyarakat dihayati sebagai kehendak dewa.Pemerintahnya berstruktur feodal atau parternalistis.Ekonominya bercorak “militaristis”artinya bahwa orang tidak memproduksi barang kebutuhan mereka tetapi memetik atau meramu hasil bumi.Tahap metafisika mengakibatkan kemunduran agama, terlihat dari adanya revolusi dan perombakan atas kehidupan bersama yang tradisional.Tahap positifisme membangun kembali suatu orde yang kokoh-kuat dimana peranan agama dan filsafat diambil alih oleh ilmu pengetahuan positif yang tangguh dan universal.
Comte telah menyaksikan krisis sosial yang hebat, disebabkan oleh benturan antara masyarakat tradisi dengan masyarakat industri baru. Kendati demikian ia berkeyakinan bahwa masyarakat akan menjadi tertib kembali kalau suatu kesepakatan tentang nilai-nilai baru akan tercapai.
Ø  Comte Pembaharu Agama (Tentang Agama Humanitas)
Perang yang terus-menerus dan individualism yang berlarut di zaman post-revolusi di negeri Perancis mencemaskan Comte. Semakin ia tua, semakin ia menyadari bahwa tingkah laku manusia tidak berpangkal pada akal-budi, melainkan berasal dari hatinya. Dengan “hati” dimaksudkan “perasaan dan kemauan”.Kedua unsur ini memainkan peranan yang menentukan bagi perilaku dan sikap seseorang.Menurut hematnya, pendidikan elektualistis terus-menerus dan bertujuan menambah pengetahuan saja, tanpa adanya cintakasih dan motivasi, menghasilkan intelektualisme kering dan rasionalisme mandul.Memang benar bahwa akal –budi bertindak sebagai penuntun dan juru penerangan dalam perjalanan hidup.Tetapi, betapa penting dan perlu juga fungsi ini, akal-budi manusia yang tidak menduduki tempat tertinggi.Hati adalah daya manusia yang paling luhur.Dengan mengingat bahwa wanita mempunyai perasaan yang paling halus, maka Comte mengagumi dan mengagungkan mereka.
Comte sangat dikesankan oleh abad pertengahan.Bukan tahap evolusi akal-budi di zaman itu mengesankan dia, tetapi pengintegrasian yang ditonjolkan antara nilai-nilai rohani dengan nilai-nilai duniawi.Misalnya, lembaga keluarga tidak semata-mata dianggap sebagai sumber sekuler saja, tetapi dianggap suci dan sacral juga. Terdorong oleh keyakinannya bahwa hati manusia merupakan daya yang terutama, ia melucuti angkatan bersenjata dari cita sakralnya, dan sebagai gantinya ia memberi status sacral kepada kaum wanita. Ia meningkatkan status sosial mereka dan meluhurkan perana merekan dalam rumah- tangga. Ia menentang perceraian, ibu Yesus dihormatinya. Melalui hormat kepada Bunda Maria ia menyatakan hormatnya kepada semua ibu. Pada saat menjelang wafatnya para hadirin mendengar dia berbisik “Ibu dari AnakMu”.
Comte menarik kesimpulan, bahwa pengintegrasian kembali masyarakat atas dasar prinsip-prinsip positivisme hanya mungkin dilaksanakan melalui agama gaya baru, yaitu agama sekuler dengan lambangnya, upacaranya, hari-hari raya, dan orang “Kudus”-nya. Hanya agama yang akan mampu menyemangati baik akal-budi maupun perasaan dan kemauan. Oleh karena itulah, Comte dalam masa tuanya mendirikan agama baru itu.Yang disembah sebagai Yang Mahatinggi bukan Allah, melainkan humanitas atau manusia.kita harus mencintai humanitas. Dengan humanitas tidak dimaksudkan semua orang, termasuk yang tidak becus dan jahat.Melainkan orang-orang terbaik yang pernah dihasilkan sejarah dan masih hidup melalui karya dan pengaruh mereka.Kita harus mencintai kemanusiaan mereka yang abadi. Menurut Comte cinta inilah yang akan memulihkan keseimbangan dan pengintegrasian baik dalam diri individu maupun dalam masyarakat. Cinta ini akan melahirkan pemerintahan sipil, menjinakkan, dan mengendalikan tiap-tiap kekuasaan dunawi. Kata Marvin, “masyarakat yang sedemikian rupa diatur, hingga prinsip-prinsip sosial memainkan peranan paling penting, merupakan suatu sosiokrasi. Itulah sumbangan istimewa Comte kepada dunia”.(Marvin, F.S., 1936: 195-196).

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar